โMa, adik mau jalan-jalan.โ
โKakak juga ma. Jalan-jalan yang ada makan-makannya itu loh.โ
Kalau anak-anak sudah mau jalan-jalan seperti itu, saya sebagai emaknya paling gak bisa kalau gak bilang iya. Maklum, anak-anak sibuk sekolah setiap hari. Mengaji dan les di sore harinya. Setiap weekend pengennya refreshing. Syukurlah anak-anak tak pernah minta traveling jauh-jauh. Pokoknya keluar rumah meskipun di taman kota saja, mereka sudah senang.
Pas banget libur sekolah selama lebaran kemaren waktunya untuk jalan-jalan. Silaturrahmi ke keluarga yang ada di kota Malang. Tidak jauh. Hanya di dalam kota saja. Pindah satu rumah ke rumah lain. Alhamdulillah anak-anak senang.
Apakah saya senang? Tentu saja. Tapi di balik kesenangan saya melihat keceriaan anak-anak, saya khawatir juga. Takut mereka kecapaian dan akhirnya demam. Anak sulung saya yang paling rentan demam. Setiap kali capek, pasti badannya panas. Kalau sudah begitu, biasanya langsung step.
Untunglah kekhawatiran saya terhadap munculnya step atau kejang demam pada anak pertama saya sudah berkurang. Kejang demam yang dialaminya sejak usia 11 bulan dan terjadi setiap tahun sudah berhenti dengan sendirinya ketika anak saya berusia 6 tahun.
Saya pikir, kekhawatiran saya sudah hilang sepenuhnya. Tapi ternyata saya salah. Anak sulung saya memang sudah tidak kejang demam lagi. Tapi adiknya, yang selama ini tidak pernah kejang meskipun panas badannya mencapai 40 derajat celcius, mendadak kejang demam untuk yang pertama kalinya.ย
Satu hal yang membuat saya shock adalah usia anak saya saat kejang demam pertama kali itu adalah 6 tahun 22 hari. Dokter bilang kejang demam yang terjadi di atas usia 6 tahun yang perlu diwaspadai karena berpotensi untuk kena epilepsi. Ya Allahโฆ
Kekhawatiran saya berubah jadi kecemasan karena epilepsi katanya bisa terjadi kapan saja. Bahkan bisa berlangsung sampai anak saya dewasa. Saya yang sudah kadung panik, tidak mau asal mendengar katanya-katanya. Saya pun mencari tahu lewat internet mengenai epilepsi dan kemungkinan yang bisa terjadi dari kejang demam. Sebahaya itukah?
Mengenal Lebih Jauh Tentang Kejang Demam
25 Desember 2022 adalah hari terpanik yang saya alami sepanjang tahun. Anak kedua saya, Alia sedang sakit demam sehingga saya ijinkan ke sekolahnya untuk tidak masuk sekolah. Berbeda dengan kakaknya yang berpotensi kejang demam, saya tidak terlalu mengkhawatirkan adik karena selama ini memang tidak pernah kejang.
Saya hanya mengompres dahi anak saya dengan air dingin karena panasnya baru terjadi semalam. Jika panasnya tidak kunjung turun, rencananya saya mau membawanya ke klinik. Rencana tersebut tertunda karena paginya rumah saya sudah ramai karena dijadikan tempat rapat bunda-bunda paguyuban di sekolah TK anak saya.
Saya salah satu pengurus paguyuban dan rumah saya dekat dengan sekolahan. Jadi bunda-bunda wali murid sering menjadikan rumah saya sebagai base camp jika ada rapat penting mengenai kegiatan sekolah. Saat itu kami sedang membahas rencana rekreasi ke predator park yang rencananya dilakukan awal bulan Januari 2023.
Kebetulan sekali ibu ketua membawa serta anaknya yang ternyata juga tidak masuk sekolah karena sakit. Di rumahnya tidak ada orang katanya, jadi diajak rapat ke rumah saya. Daripada sendirian, saya panggil anak saya yang sedang istirahat di kamarnya untuk menemani teman sekolahnya bermain. Lebih tepatnya tiduran di depan TV sambil menonton film kartun.
Saya jadi lebih tenang karena sekalian bisa mengawasi anak saya yang sakit. Rapat berlangsung normal. Dua anak kecil yang sama โ sama sakit asyik tiduran di depan TV tanpa terganggu dengan ocehan bunda-bundanya. Di tengah ketenangan itu, tiba-tiba saya dikejutkan oleh teriakan salah satu wali murid.
โBunda, Alia kejang!โ
Saya langsung bangkit dari duduk dan menoleh ke anak saya. Benar saya, Alia kejang kejang dengan kedua tangan menyentak ke atas bersamaan. Kedua kakinya juga menyentak hebat dan kedua matanya yang mendelik ke atas. Spontan saya menangis dan berteriak memanggil suami saya. Untungnya suami ada di rumah saat itu.
Dengan menerobos para bunda-bunda yang mengerubungi anak saya, suami cekatan langsung mengangkat anak saya dan melepas bajunya. Sesekali tangannya menepuk pelan pipi anak saya yang mulai tak sadarkan diri. Tangis saya makin kencang. Lupa kalau saya sedang berada di tengah rapat dan dikelilingi banyak orang.
Kejadiannya terlalu cepat di mata saya. Kontrol emosi saya lepas dan yang saya lihat adalah suami yang mendadak melucuti pakaian anak saya dan menceburkannya ke dalam kamar mandi. Tujuannya agar anak saya tidak pingsan. Berhasil. Anak saya siuman dan memandang bingung orang-orang di sekitarnya.
Saya masih menangis dan berusaha memeluk anak saya. Tapi yang saya lihat justru segelas air putih yang disodorkan salah satu wali murid kepada saya. โSabar ya bund. Minum dulu biar tenang.โ Katanya.
Jujur saya tidak bisa tenang. Tapi saya ambil juga minumannya dan saya minum. Detik berikutnya adalah suara teriakan guru sekolah anak saya yang ternyata ikut datang ke rumah. Satu diantaranya bahkan memanggilkan mobil untuk mengantar kami ke rumah sakit. Alhamdulillah banyak yang membantu, bahkan tanpa perlu saya minta untuk memanggilkan mobil.
Suami naik motor ke rumah sakit. Sementara saya menggendong anak saya di dalam mobil bersama dua guru sekolahnya anak saya. Salah satunya kepala sekolah anak saya. Bu Yuni namanya.ย
Di dalam mobil, bu Yuni terus menyemangati saya agar tenang dan tidak panik. Bu Yuni juga menghibur Alia yang sudah siuman tapi masih lemas. Saya memakaikan anak saya baju dan memeluknya. Saya juga membawa bantal dan selimut kesayangan anak saya.
Bu Yuni memang tidak ikutย masuk ke UGD. Setelah sampai di rumah sakit, bu Yuni pamit pulang. Saya sampaikan terima kasih banyak karena bantuannya sangat berarti bagi saya dan anak saya. Dalam keadaan panik, bantuan seperti mengantar ke rumah sakit sangatlah berarti.
Singkat cerita, di dalam UGD anak saya diperiksa dan tak lama kemudian dinyatakan harus rawat inap. Anak saya didiagnosa kena kejang demam.
Kaget dong saya. Karena selama ini yang kejang demam itu kakaknya. Sementara Alia tidak pernah kejang demam meskipun suhu tubuhnya mencapai 40 derajat celcius. Bagaimana mungkin setelah 6 tahun, Alia baru kena kejang demam.
Riwayat kejang dari satu keluarga yang dijadikan patokan dokter. Fix, anak pertama saya punya step yang diturunkan oleh saya. Ya, saya dulunya juga step saat masih kecil. Menangis hati ini, kenapa saya justru menurunkan penyakit kepada kedua anak saya yang masih kecil.
Saya makin panik ketika dokter bilang kejang demam yang dialami anak kedua saya ini justru yang lebih berbahaya karena berpotensi terkena epilepsy. Alasannya karena baru terjadi saat anak berusia 6 tahun ke atas. Saya lemas dan mencari tahu soal potensi epilepsi dari kejang demam.
Kejang Demam Berbeda dengan Epilepsi
Ya benar. Kejang demam ternyata tidak sama dengan kejang yang terjadi pada penderita epilepsi. Perbedaan tersebut terlihat jelas dari penyebabnya. Jika kejang demam disebabkan oleh demam tinggi, maka penderita epilepsi bisa kejang setiap saat meskipun sedang tidak demam.
Epilepsi sendiri merupakan penyakit yang terjadi akibat gangguan di otak, sehingga menyebabkan gerakan tidak terkontrol berupa kejang. Berbeda dengan kejang demam yang terjadi pada seluruh anggota tubuh, kejang pada epilepsi terjadi pada sebagian atau bisa juga seluruh tubuh.
Penderita epilepsi juga terkadang kehilangan kesadaran diri saat kejang dan dapat berulang dengan sebab yang tidak jelas.
Potensi Epilepsi dari Riwayat Kejang Demam
Epilepsi memang tidak disebabkan oleh demam saja. Tapi tetap saja demam bisa menjadi salah satu penyebabnya. Ini yang saya khawatirkan terjadi pada anak saya. Alia baru kejang demam di usianya yang 6 tahun. Sementara kakaknya sudah berhenti kejang saat usianya 6 tahun.
Artinya Attha aman dari serangan kejang demam dan diprediksi dokter tidak akan mengalami step lagi. Sementara adiknya, Alia masih berpotensi mengalami kejang, bahkan mengarah ke epilepsi.
Memang angka kejadian epilepsi yang berasal dari step masih berada di angka kurang dari 5 persen. Tapi tetap saja kemungkinan terburuk ada, sehingga patut diwaspadai kemunculannya. Pemicu lainnya seperti kelainan pada step pertama, step kompleks atau riwayat step yang diderita saudara kandung atau ibu bisa menambah kemungkinan terburuk.
Fix saya semakin panik. Saya punya step di masa kecil dan anak pertama saya juga step sejak kecil. Artinya kemungkinan epilepsy dari step bisa terjadi pada anak kedua saya. Belum lagi faktor kemungkinan tersebut bisa meningkat dari 10 sampai 49 persen.
Cara Mencegah Epilepsi pada Penderita dengan Riwayat Kejang Demam
Pemicu kejang demam adalah suhu badan panas atau demam. Dalam kasus anak saya, pemicu demam adalah rasa capek yang dirasakan oleh tubuh akibat kebanyakan main, kehujanan, atau terpapar cuaca panas terlalu lama.
Untuk mencegahnya, tentu saya mengusahakan agar anak saya tidak kecapekan, tidak kehujanan, dan tidak terpapar cuaca panas dalam waktu yang lama. Selain itu saya juga harus memastikan anak saya mendapatkan nutrisi makanan yang sehat dan bergizi.
IndiHome Tingkatkan Wawasan Kejang Demam
Kekhawatiran saya semakin tinggi melihat dampak buruk yang terjadi pada penderita epilepsi. Tentu saja saya tidak tinggal diam. Demi anak, saya mencari banyak informasi di internet mengenai penyakit otak ini.
Rasa cemas saya semakin meningkat setelah saya membaca pernyataan dari seorang dokter spesialis saraf atau neurologis RSUD Ibnu Sina Gresik, dr Heri Munajib SpN tentang jumlah penderita epilepsi di Indonesia yaitu sebanyak 8,2% dari 1000 penduduk Indonesia.
Jika di poli lain ada 50 pasien dalam satu hari, maka pada poli saraf aka nada 8 sampai 10 pasien yang menderita epilepsi. Jumlahnya sekitar 1/5 dari jumlah pasien saraf. Banyak juga ya.
Saat ini, penderita epilepsi mencapai 50 juta orang di dunia. 1,5 sampai 2,4 juta diantaranya berada di Indonesia. Angkanya pun bisa berubah tergantung dari kondisi lingkungan yang ada.
Pemicu terbesar yang saat ini menjadi tantangan adalah cuaca panas ekstrim yang melanda negeri. Dengan suhu rata-rata di atas 30 an derajat celcius di hampir seluruh kota di Indonesia, bisa rentan sekali bagi penderita kejang demam untuk meningkat menjadi epilepsi..
Ini yang saya takutkan. Mudah-mudahan anak saya tidak terkena epilepsy. Cukup di kejang demam saja, atau kalau bisa hilang semua penyakit yang dibawa kakaknya dan juga ibunya.
Saya berterima kasih pada IndiHome yang sudah memberikan wawasan mengenai epilepsy dan kejang demam, sehingga saya bisa lebih mawas diri.
Sebagai internet provider yang berasal dari Telkom Indonesia, sudah sepatutnya IndiHome memberikan berita terupdate dan terpercaya mengenai informasi penting apapun. Tak terkecuali tentang kesehatan dan epilepsy di dunia.
Sejak berdiri, Telkom Indonesia memang sudah berkomitmen untuk memberikan jaringan lancar dan kencang untuk pengguna internet. Sehingga dapat membantu siapapun mendapatkan informasi dan edukasi yang berguna.
Pilihan paket dari internet provider kesayangan Indonesia ini ada banyak. Kita bisa memilih paket hingga 100 Mbps. Jaringannya luas dan menjangkau hampir seluruh Indonesia. Informasi sekecil apapun pasti bisa didapat di internet.
Terima kasih IndiHome.
**
Referensi