Anak pemalu. Attha, anak sulung saya jawabannya. Sebenarnya Attha bukan pemalu. Tapi karena didikan neneknya yang dilarang ini itu dan dikurung saja di dalam rumah, membuat anak saya tumbuh menjadi anak yang penakut.
Iya, saya menyebutnya anak penakut. Karena anak saya takut untuk mengeksplor diri sendiri. berbeda dengan adiknya yang lebih bisa mengeksplorasi dirinya dan terbuka. Attha lebih pendiam dan harus ditanya terlebih dulu untuk mengetahui apa yang dia mau.
Apa yang Terjadi Dengan Anak Pemalu
Anak sulung saya sejak kecil dirawat oleh ibu mertua. Sebenarnya saya juga tinggal satu rumah. Namun karena waktu saya masih jadi ibu muda yang belum tahu cara merawat anak, maka ibu mertua yang mendominasi didikan pada anak pertama saya.
Awalnya saya berterima kasih sekali karena mertua membantu menjaga anak saya. Namun lama-lama saya merasa didikan ibu mertua membuat anak saya jadi penakut.
Anak saya dimanja terlalu berlebihan, sampa tidak pernah diajari makan sendiri, tidak boleh kotor, tidak boleh kena cipratan air, bahkan tidak boleh bergaul dengan teman sebayanya.
Saya menjadi khawatir dengan perkembangan anak saya yang tumbuh menjadi anak yang pendiam dan penakut. Ini gak boleh, itu gak boleh. Bukan seperti ini yang saya inginkan. Saya tidak ingin anak saya terlambat perkembangannya dan anti sosial.
Melihat keadaan tersebut, maka pada kehamilan kedua saya memberanikan diri untuk mengurus anak saya sendiri. Saya didik anak kedua saya dengan cara saja dan saya tidak membolehkan mertua saya memegang anak saya seratus persen.
Saya tidak ingin anak kedua saya tumbuh menjadi penakut seperti kakaknya. Saya tidak bisa menyalahkan mertua saya seratus persen, karena suami saya sendiri mengaku memang begitulah ibunya mendidiknya sejak kecil.
Makanya suami tumbuh menjadi penakut dan sempat nakal saat remaja. Hal itu dilakukannya sebagai bentuk protes karena suami saya tidak boleh melakukan ini itu semasa kecil. Padahal masa kanak-kanak adalah masanya eksplorasi dan rasa ingin tahu anak sedang banyak-banyaknya.
Dengan pertimbangan tersebut, suami akhirnya setuju untuk menyerahkan pengasuhan anak kepada saya. Neneknya boleh bermain dengan anak saya. Tapi tidak merawatnya seratus persen. Pengasuhan tetap ada pada saya.
Cara Menumbuhkan Keberanian Pada Anak Pemalu
Saya sendiri saat kecil termasuk anak pemalu. Namun saya tidak pernah dikekang oleh orang tua. Mungkin karena saya lebih nyaman di dalam rumah daripada bermain dengan teman, yang membuat saya dicap sebagai anak pemalu.
Sebagian orang menganggap anak pemalu sebagai anak yang sombong, karena tidak mau bergabung dengan teman sebayanya untuk bermain.
Eits, tunggu dulu. Kenyataannya bukan seperti itu. Justru anak pemalu ingin sekali bisa bermain dengan teman-temannya, tapi dia takut untuk mendekat dan tidak tahu bagaimana untuk memulai bersosialisasi.
Anak pemalu butuh keberanian lewat orang lain yang mengajaknya untuk bergabung. Lalu bagaimana kalau tidak ada orang yang mengajaknya untuk bicara atau bermain? Cara berikut ini bisa dijadikan rekomendasi untuk menumbuhkan keberanian pada si pemalu.
Dorong Anak Untuk Bercerita Tentang Apa yang Membuatnya Malu
Saya sempat bingung ketika anak sulung saya diam saja di pojokan, tidak mau bergabung dengan teman-teman sebayanya untuk bermain bersama. Atau minta peluk saja ketika didekati keluarga besar yang ingin dekat dengan anak saya.
Perlahan tapi pasti, sadarlah saya jika anak sulung saya tidak nyaman dengan orang baru. Baginya orang asing itu menakutkan. Itulah kenapa anak saya lebih suka dekat dengan orang yang dia kenal. Bukan karena pilih-pilih teman. Tapi ada kenyamanan yang membuatnya merasa aman dan tidak ketakutan.
Saya harus bertanya dengan pelan kepada anak saya untuk mengetahui apa yang sebenarnya membuatnya takut dan tidak nyaman.
Cukup sulit untuk membuat anak saya bicara. Karena kebanyakan anak saya akan diam dan menangis. Kalau sudah begitu, saya yang menebak sendri dan menanyakan apakah tebakan saya benar. Anak tinggal mengangguk dan mengertilah saya.
Sekarang saya sering mengajak anak saya diskusi dan bertanya hal sekecil apapun yang dia lakukan. Dengan begitu saya melatih anak saya untuk bercerita. Apapun yang membuatnya tidak nyaman, akan diceritakan kepada saya atau suami.
Ketika anak saya sudah terbiasa bercerita, sifat malunya sedikit berkurang. Sekarang anak saya sudah mau diajak bermain teman sebayanya. Selesai bermain, anak saya pasti cerita apa saja yang dilakukannya dengan temannya tadi.
Jangan Sebut Anak Pemalu Kepada si Pemalu
Menyebut anak pemalu dengan sebutan si pemalu ternyata bisa membuat anak semakin down dan terpuruk. Ini terbukti dari perkembangan psikologi anak sulung saya sendiri. Ketika saya menyebutnya cengeng saat anak saya menangis, anak saya justru marah dan sakit hati. Tangisnya makin menjadi.
Begitu juga ketika saya menyebutnya si pemarah dan si pemalu. Setelah saya sadari, ternyata sebutan itu justru membuatnya rendah diri. Anak saya jadi makin menjauh dan menyendiri.
Sejak itu saya tidak menyebutnya pemalu lagi. Bahkan saya menyemangatinya untuk berani melakukan sesuatu.
Misalnya berani menyapa teman, berani untuk bermain bersama teman, berani untuk mengatakan tidak ketika diajak teman untuk lari-lari yang bisa membuatnya jatuh, dan lain-lain. Dengan mendorong anak untuk berani melakukan sesuatu, anak jadi tidak pemalu lagi.
Hindari Memarahi Anak
Bagi si pemalu, kesalahan adalah hal yang menakutkan. Saat si pemalu melakukan kesalahan, anak tersebut cenderung untuk diam dan menangis sendirian karena takut dihukum atau dimarahi. Hal ini biasanya terjadi karena sebelumnya seperti itulah perlakuan yang dia dapatkan ketika melakukan kesalahan.
Ibu mertua saya menerapkan pola didik seperti itu kepada anak sulung saya. Melarang ini itu dan jika melakukan kesalahan, akan dimarahi. Anak saya jadi takut berbuat salah dan tidak berani mengeksplor diri.
Setelah pola asuhnya saya pegang sendiri, saya tidak memarahi anak ketika anak berbuat salah. Justru saya tekankan kepadanya bahwa salah itu wajar dan tidak apa-apa. Saya dan suami berusaha untuk membimbingnya agar tidak melakukan kesalahan lagi.
Sikap yang saya lakukan rupanya berhasil membuat anak saya tdak pemalu dan penakut lagi. Ketika anak saya tak sengaja menjatuhkan remote control sampai rusak, saya akan memeluknya dan mengatakan tidak apa-apa. Papanya akan membetulkan remote control itu dan bahkan mengajari anak saya untuk memasang baterai.
Sikap lembut yang diterimanya ketika anak berbuat salah rupanya membuat anak berani untuk lebih mengeksplor diri dan kreatif. Sekarang ketika anak saya berbuat salah, anak saya akan cepat minta maaf dan membetulkan sendiri benda yang dirusaknya. Ada rasa tanggung jawab yang muncul dari rasa bersalah dalam dirinya.
Tempatkan Anak Pada Situasi Sosial
Anak saya termasuk anak yang tidak bisa langsung bergabung dengan temannya untuk bermain. Butuh orang lain untuk mengajaknya bergabung, barulah anak saya mau bermain bersama. Kalau tidak, anak saya akan berdiri saja di pojokan sambil melihat teman-temannya bermain.
Saya miris melihat sikap anak saya. Maka saya pun memancingnya agar mau bergabung dengan teman-teman sebayanya. Caranya saya bicara dengan gurunya di sekolah, jadi gurunya yang mengajak anak saya untuk bermain dengan temannya.
Atau saya bicara pada teman anak saya dan memintanya untuk mengajak anak saya bermain. Tidak lupa saya bagikan kue untuk semua teman-temannya. Perlahan, anak saya akhirnya mau bergabung dengan teman sebayanya.
Bangun Rasa Percaya Diri Anak
Rasa kurang percaya diri anak saya muncul ketika berhadapan dengan orang yang tidak dikenal. Saya pun mengajarinya untuk tidak malu.
Caranya dengan mengajari anak saya memberikan uang parkir motor kepada tukang parkir. Atau membayar uang jajannya sendiri ke warung dekat rumah. Bahkan belajar membagikan kue kepada teman-temannya.
Cara ini rupanya efektif untuk menumbuhkan sifat percaya diri anak, karena anak merasa diberi tanggung jawab dan kepercayaan untuk bisa melakukan sesuatu.
Jadilah Contoh yang Baik Untuk Anak
Anak butuh figure untuk bisa ditiru dan dicontoh. Orang tua adalah figure terbaik anak yang bisa membentuk karakter anak di kemudian hari. Maka saya dan suami pun belajar untuk bisa memahami anak dan memberikan contoh yang baik kepadanya.
Missal ketika saya mengajak anak ke warung, di perjalanan saya menyapa tetangga yang lewat. Atau saya ikut kerja bakti membersihkan lingkungan sekitar rumah. Anak saya akan mencontoh apa yang saya lakukan dan berbuat baik kepada tetangga serta ikut bantu kerja bakti. Menyenangkan bukan.
Beri Pujian
Anak pemalu butuh pujian untuk menumbuhkan rasa percaya dirinya. Pujian tidak akan membuatnya sombong, melainkan membuatnya belajar bertanggung jawab dan makin kreatif.
Hal seperti itu terbukti dari apa yang dilakukan anak saya. Seperti saat anak saya menjatuhkan remote TV sampai rusak. Suami saya membetulkan remote TV dan meminta anak saya untuk memasang baterai.
Ketika anak saya berhasil melakukannya dan anak saya berhasil menyalakan TV kembali, maka suami dan saya akan bertepuk tangan dan memberikan pujian.
Anak saya yang awalnya ketakutan karena mengira akan dimarahi, akan berubah jadi ceria karena ternyata malah dapat pelajaran baru mengenai cara memasang baterai remote tv. Dari situ, anak saya jadi suka bereksperimen dengan memasang sendiri baterai senter atau mainan robot miliknya.
Ketika berhasil, anak saya laporan ke saya atau suami. Ketika kami memberikan pujian kepadanya, ada kepuasan tersendiri yang tergambar di wajah anak saya. Seolah mengatakan bahwa kali ini anak saya melakukan hal yang benar.
Pujian yang diberikan dengan porsi yang tepat terbukti mampu meningkatkan semangat anak untuk lebih berprestasi. Keberanian anak pun perlahan akan tumbuh dengan sendirinya.
Bagaimana bunda, sudah menerapkan cara menumbuhkan keberanian anak yang pemalu? Bagaimana hasilnya. Apakah saya dengan apa yang dialami anak saya, Attha. Sharing yuk
**
Referensi :
https://www.alodokter.com/begini-cara-menumbuhkan-keberanian-anak-yang-pemalu